Satu bacaan lagi yang kudu di save. Rayhan belum tanya2 tentang hal ini sih, makanya dibaca dan simpan dulu. Kalo gak nanti lupa he he...
KETIKA ANAK BERTANYA TENTANG ALLAH
Allah itu Siapa?
Utamanya pada masa emas 0-5 tahun, anak-anak menjalani hidup mereka
dengan sebuah potensi menakjubkan, yaitu rasa ingin tahu yang besar.
Seiring dengan waktu, potensi ini terus berkembang (Mudah-mudahan
potensi ini tidak berakhir ketika dewasa dan malah berubah menjadi
pribadi-pribadi “tak mau tahu” alias ignoran, hehehe).
Nah, momen
paling krusial yang akan dihadapi para orang tua adalah ketika anak
bertanya tentang ALLAH. Berhati-hatilah dalam memberikan jawaban atas
pertanyaan maha penting ini. Salah sedikit saja, bisa berarti kita
menanam benih kesyirikan dalam diri buah hati kita. Nauzubillahi min
zalik, ya…
Berikut ini saya ketengahkan beberapa pertanyaan yang biasa anak-anak tanyakan pada orang tuanya:
Tanya 1: “Bu, Allah itu apa sih?”
Tanya 2: “Bu, Bentuk Allah itu seperti apa?”
Tanya 3: “Bu, Kenapa kita gak bisa lihat Allah?”
Tanya 4: “Bu, Allah itu ada di mana?”
Tanya 5: “Bu, Kenapa kita harus nyembah Allah?”
Tanya 1: “Bu, Allah itu apa sih?”
Jawablah:
“Nak, Allah itu Yang Menciptakan segala-galanya. Langit, bumi, laut,
sungai, batu, kucing, cicak, kodok, burung, semuanya, termasuk
menciptakan nenek, kakek, ayah, ibu, juga kamu.” (Ucapkan dengan menatap
mata anak sambil tersenyum manis)
Tanya 2: “Bu, bentuk Allah itu seperti apa?”
Jangan jawab begini:
“Bentuk Allah itu seperti anu ..ini..atau itu….” karena jawaban seperti itu pasti salah dan menyesatkan.
Jawablah begini:
“Adek tahu ‘kan, bentuk sungai, batu, kucing, kambing,..semuanya.. nah,
bentuk Allah itu tidak sama dengan apa pun yang pernah kamu lihat.
Sebut saja bentuk apa pun, bentuk Allah itu tidak sama dengan apa yang
akan kamu sebutkan.” (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum
manis)
فَاطِرُ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ جَعَلَ لَكُم مِّنۡ
أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٲجً۬ا وَمِنَ ٱلۡأَنۡعَـٰمِ أَزۡوَٲجً۬اۖ يَذۡرَؤُكُمۡ
فِيهِۚ لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَىۡءٌ۬ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ (١١)
[Dia] Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis
kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak
pasangan-pasangan [pula], dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan
jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah
Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S. Asy-Syura:11)
[baca juga Melihat Tuhan]
Tanya 3: “Bu, kenapa kita gak bisa lihat Allah?“
Jangan jawab begini:
Karena Allah itu gaib, artinya barang atau sesuatu yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang.
Jawaban bahwa Allah itu gaib (semata), jelas bertentangan dengan ayat berikut ini.
Al-Hadid (57) : 3
هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Dialah Yang Awal dan Yang Akhir; Yang Zahir dan Yang Batin ; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
Dikhawatirkan, imajinasi anak yang masih polos akan mempersamakan
gaibnya Allah dengan hantu, jin, malaikat, bahkan peri dalam cerita
dongeng. Bahwa dalam ilmu Tauhid dinyatakan bahwa Allah itu nyata
senyata-nyatanya; lebih nyata daripada yang nyata, sudah tidak
terbantahkan.
Apalagi jika kita menggunakan diksi (pilihan kata)
“barang” dan “sesuatu” yang ditujukan pada Allah. Bukankah sudah jelas
dalil Surat Asy-Syura di atas bahwa Allah itu laysa kamitslihi syai’un;
Allah itu bukan sesuatu; tidak sama dengan sesuatu; melainkan Pencipta
segala sesuatu.
Meskipun segala sesuatu berasal dari
Zat-Sifat-Asma (Nama)-dan Af’al (Perbuatan) Allah, tetapi Diri Pribadi
Allah itu tidak ber-Zat, tidak ber-Sifat, tidak ber-Asma, tidak
ber-Af’al. Diri Pribadi Allah itu tidak ada yang tahu, bahkan Nabi
Muhammad Saw. sekali pun. Hanya Allah yang tahu Diri Pribadi-Nya Sendiri
dan tidak akan terungkap sampai akhir zaman di dunia dan di akhirat.
إِذۡ يَغۡشَى ٱلسِّدۡرَةَ مَا يَغۡشَىٰ (١٦) مَا زَاغَ ٱلۡبَصَرُ وَمَا طَغَىٰ (١٧)
[Muhammad melihat Jibril] ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu
Yang Meliputinya. Penglihatannya [Muhammad] tidak berpaling dari yang
dilihatnya itu dan tidak [pula] melampaui-Nya. (Q.S. An-Najm: 16-17)
{ini tafsir dari seorang arif billah, bukan dari saya pribadi. Allahua’lam}
Jawablah begini:
“Mengapa kita tidak bisa melihat Allah?”
Bisa kita jawab dengan balik bertanya padanya (sambil melatih adik comel berpikir retoris)
“Adik bisakah nampak matahari yang terang itu langsung? Tidak
‘kan..karena mata kita bisa jadi buta. Nah,melihat matahari aja kita tak
sanggup. Jadi,Bagimana kita mau melihat Pencipta matahari itu. Iya
‘kan?!”
Atau bisa juga beri jawaban:
“Adek, lihat langit yang
luas dan ‘besar’ itu ‘kan? Yang kita lihat itu baru secuil dari bentuk
langit yang sebenarnya. Adek gak bisa lihat ujung langit ‘kan?! Nah,
kita juga gak bisa melihat Allah karena Allah itu Pencipta langit yang
besar dan luas tadi. Itulah maksud kata Allahu Akbar waktu kita salat.
Allah Mahabesar.”
Bisa juga dengan simulasi sederhana seperti pernah saya ungkap di postingan “Melihat Tuhan”.
Silakan hadapkan bawah telapak tangan Adek ke arah wajah. Bisa terlihat
garis-garis tangan Adek ‘kan? Nah, kini dekatkan tangan
sedekat-dekatnya ke mata Adek. Masih terlihat jelaskah jemari Sobat
setelah itu?
Kesimpulannya, kita tidak bisa melihat Allah karena
Allah itu Mahabesar dan teramat dekat dengan kita. Meskipun demikian,
tetapkan Allah itu ADA. “Dekat tidak bersekutu, jauh tidak ber-antara.”
Tanya 4: “Bu, Allah itu ada di mana?”
Jangan jawab begini:
“Nak, Allah itu ada di atas..di langit..atau di surga atau di Arsy.”
Jawaban seperti ini menyesatkan logika anak karena di luar angkasa
tidak ada arah mata angin atas-bawah-kiri-kanan-depan-belakang. Lalu
jika Allah ada di langit, apakah di bumi Allah tidak ada? Jika dikatakan
di surga, berarti lebih besar surga daripada Allah…berarti prinsip
"Allahu Akbar" itu bohong? [baca juga Ukuran Allahu Akbar]
ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰ عَلَى ٱلۡعَرۡشِۚ
Dia bersemayam di atas ’Arsy. <– Ayat ini adalah ayat mutasyabihat,
yaitu ayat yang wajib dibelokkan tafsirnya. Kalau dalam pelajaran bahasa
Indonesia, kita mengenal makna denotatif dan konotatif, nah.. ayat
mutasyabihat ini tergolong makna yang konotatif.
Juga jangan jawab begini:
“Nak, Allah itu ada di mana-mana.”
Dikhawatirkan anak akan otomatis berpikiran Allah itu banyak dan
terbagi-bagi, seperti para freemason atau politeis Yunani Kuno.
Jawablah begini:
“Nak, Allah itu dekat dengan kita. Allah itu selalu ada di hati setiap
orang yang saleh, termasuk di hati kamu, Sayang. Jadi, Allah selalu ada
bersamamu di mana pun kamu berada.”
[baca juga Mulai Saat Ini Jangan Sebut-sebut Lagi Yang Di Atas]
“Qalbun mukmin baitullah”, ‘Hati seorang mukmin itu istana Allah.” (Hadis)
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ
الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي
لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu
tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat.(Q.S.
Al-Baqarah (2) : 186)
وَهُوَ مَعَكُمۡ أَيۡنَ مَا كُنتُمۡۚ
Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.(Q.S. Al-Hadiid: 4)
وَلِلّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجْهُ اللّهِ
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. (Q.S. Al-Baqarah (2) : 115)
“Allah sering lho bicara sama kita..misalnya, kalau kamu teringat untuk
bantu Ibu dan Ayah, tidak berantem sama kakak, adek atau teman, tidak
malas belajar, tidak susah disuruh makan,..nah, itulah bisikan Allah
untukmu, Sayang.” (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum
manis)
وَٱللَّهُ يَهۡدِى مَن يَشَآءُ إِلَىٰ صِرَٲطٍ۬ مُّسۡتَقِيمٍ
Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (Q.S. Al-Baqarah: 213)
Tanya 5: “Bu, kenapa kita harus nyembah Allah?”
Jangan jawab begini:
“Karena kalau kamu tidak menyembah Allah, kamu akan dimasukkan ke
neraka. Kalau kamu menyembah Allah, kamu akan dimasukkan ke surga.”
Jawaban seperti ini akan membentuk paradigma (pola pikir) pamrih dalam
beribadah kepada Allah bahkan menjadi benih syirik halus (khafi). Hal
ini juga yang menyebabkan banyak orang menjadi ateis karena menurut akal
mereka,”Masak sama Allah kayak dagang aja! Yang namanya Allah itu
berarti butuh penyembahan! Allah kayak anak kecil aja, kalau diturutin
maunya, surga; kalau gak diturutin, neraka!!”
“Orang yang
menyembah surga, ia mendambakan kenikmatannya, bukan mengharap
Penciptanya. Orang yang menyembah neraka, ia takut kepada neraka, bukan
takut kepada Penciptanya.” (Syaikh Abdul Qadir al-Jailani)
Jawablah begini:
“Nak, kita menyembah Allah sebagai wujud bersyukur karena Allah telah
memberikan banyak kebaikan dan kemudahan buat kita. Contohnya, Adek
sekarang bisa bernapas menghirup udara bebas, gratis lagi.. kalau mesti
bayar, ‘kan Ayah sama Ibu gak akan bisa bayar. Di sungai banyak ikan
yang bisa kita pancing untuk makan, atau untuk dijadikan ikan hias di
akuarium. Semua untuk kesenangan kita.
Kalau Adek gak nyembah
Allah, Adek yang rugi, bukan Allah. Misalnya, kalau Adek gak nurut sama
ibu-bapak guru di sekolah, Adek sendiri yang rugi, nilai Adek jadi
jelek. Isi rapor jadi kebakaran semua. Ibu-bapak guru tetap saja guru,
biar pun kamu dan teman-temanmu gak nurut sama ibu-bapak guru.”
(Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis)
إِنَّ ٱللَّهَ لَغَنِىٌّ عَنِ ٱلۡعَـٰلَمِينَ
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya [tidak memerlukan sesuatu] dari semesta alam. (Q.S. Al-Ankabut: 6)
[baca juga Mengapa Allah Menciptakan Makhluk?]
Katakan juga pada anak:
“Adek mulai sekarang harus belajar cinta sama Allah, lebih daripada
cinta sama Ayah-Ibu, ya?!” (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil
tersenyum manis)
“Kenapa, Bu?”
“Karena suatu hari Ayah
sama Ibu bisa meninggal dunia, sedangkan Allah tidak pernah mati. Nah,
kalau suatu hari Ayah atau Ibu meninggal, kamu tidak boleh merasa
kesepian karena Allah selalu ada untuk kamu. Nanti, Allah juga akan
mendatangkan orang-orang baik yang sayang sama Adek seperti sayangnya
Ayah sama Ibu. Misalnya, Paman, Bibi, atau para tetangga yang baik hati,
juga teman-temanmu.”
Dan mulai sekarang rajin-rajin belajar Iqra
supaya nanti bisa mengaji Quran. Mengaji Quran artinya kita berbicara
sama Allah. (Ucapkan dengan menatap mata anak sambil tersenyum manis).
Allahu a’lam.